Semester 5 telah menjadi salah satu masa tersulit dalam perkuliahan saya. Dimulai dengan mental breakdown, lalu akhirnya bisa part-time rutin. Salah satu teman lama saya akhirnya masuk LINE TODAY, saya serah-terima jabatan manajer Web Development di HIMTI BINUS ke adik tingkat, sebelum gelisah masalah Enrichment Program saya, berurusan dengan kelompok-kelompok bermasalah dan akhirnya positif COVID-19.
Semester 5 ini juga menjadi momen di mana saya berhasil membuat beberapa mahasiswa bertobat. Ya, bertobat dari mindset bahwa “saya cuman perlu untuk mengikuti materi-materi kelas saja”, karena di dunia kerja kenyataannya tak begitu. Salah satu teman saya menceritakan pengalaman bahwa proses wawancara untuk magang (sebagai bagian dari Enrichment Program / 3+1 BINUS University) cukup menantang karena sang pewawancara menanyakan tentang keahliannya dalam Git, sesuatu yang sama sekali tidak diajarkan di dalam mata kuliah apapun di dalam program studi Teknik Informatika di BINUS.
Ironisnya, saya telah mengadvokasi mahasiswa Teknik Informatika untuk “belajar di luar kelas”, misalnya Git dan Python, bahkan sejak masa orientasi mahasiswa. Sekedar informasi, tugas-tugas part-time saya ini juga cukup campur aduk, dari bikin aplikasi Next.js ke server Python/Flask dan kini ke Dart/Flutter. Semua ini saya pelajari tanpa mengikuti materi-materi dari mata kuliah yang ada.
Dan Semester 5 juga merupakan akhir penderitaan saya dari dua “penyakit” utama yang sering ada di dalam tugas kelompok:
- Anggota kelompok yang tidak aktif dan malah ghosting
- “Saya cuman ngikutin materi dari BINUS”, karena itu saya cukup kecewa kelompok kita tidak bisa selangkah lebih depan daripada kelompok-kelompok lain.
Penderitaan saya lebih berat daripada kamu, nak.
Hari terakhir Ujian Akhir Semester, saya juga dikagetkan sama salah satu tweet menfess berikut ini:
Gue anak 21, ga nyangka ternyata kuliah itu seburuk itu untuk mental health, semester 1 kemarin gue udah dihujanin materi sama tugas yang bener2 banyak, akibatnya waktu gue untuk healing sama self reward jadi kurang banget. Yang tadinya gw masih bisa nonton netflix sama chat2an sama bestie sekarang jadi susah banget.
https://twitter.com/collegemenfess/status/1492496530804121606
Gue kayaknya belum siap kuliah deh. Gue udh ngomong ke ortu kalau gue mau cuti dulu semester ini. Gw mau fokus healing selama 6 bulan ini. Tapi ortu gue malah ga setuju. Bahkan gue dibilang manja.
Gue bingung mau gimana takutnya kalau paksain ipk ku malah tambah anjlok. Gue juga susah komunikasiin ini ke ortu karena mereka ga aware soal mentalh health kayak gue. Gue mesti gmn ðŸ˜
Saya sendiri yakin bahwa program studi atau jurusan yang dia pilih agak dipaksakan dan kurang sesuai hati. Ya, maklum, kenyataannya Teknik Informatika BINUS yang sering didamba-dambakan setiap orang Indo itulah jadi salah satu jurusan BINUS dengan banyak mahasiswa yang akhirnya merasa salah jurusan. Salah satu teman saya yang akhirnya pindah ke Ilmu Komunikasi pernah bahas masalah ini di YouTube:
Kuliah di program studi yang sesuai minat dan bakat bakal terasa jauh berbeda dengan kuliah di program studi yang dipaksakan. Buktinya, saya baru bisa mental breakdown saat Semester 5 sedangkan dia baru saat awal semester. Saya bisa bayangkan betapa stresnya kalau saya dipaksakan orang tua untuk masuk ke sarjana ekonomi, hukum, akuntansi, biologi, dan sebagainya.
Oh iya, jangan anggap bahwa kuliah itu “tempat untuk belajar” layaknya SMP atau SMA. Untuk bisa menaklukkan kuliah kamu harus belajar, belajar lebih banyak daripada yang diajarkan di kelas. Saya juga yakin kalau sender ini terlalu nyaman untuk lebih fokus pacaran daripada mengejar pendidikan formal. Ya, begitulah…
Semester 6 sampai 8 mau ngapain?
Pertama-tama, saya ingin uninstall LINE. LINE telah memberikan dampak buruk bagi jumlah unread notifications di iPhone saya:
Saya pinjam akun salah satu robot saya biat posting ini karena jumlah unread message nya cukup menarik. 1.337, alias “leet”. Saya sebenarnya juga ingin meninggalkan Discord, WhatsApp, dan Telegram, dan ingin lebih fokus untuk balas pesan via Signal, Marco Polo, dan mungkin bikin aplikasi chatting dan media sosial sendiri.
Lalu, bagi yang belum pernah paham tentang Enrichment Program di BINUS, saya bisa bilang itu sebagai salah satu cikal bakalnya program Kampus Merdeka, di mana 2 semester dipakai untuk mengambil pengalaman via magang, riset, KKN, dan sebagainya. Yang berbeda di sini adalah distribusi SKSnya. Kebetulan, saya memutuskan untuk memilih jalur riset atas berbagai pertimbangan.
Karena semester 6 dan 7 isinya Enrichment Program, dan semester 8 bakal penuh dengan skripsi, ketiga semester ini adalah momen di mana setiap mahasiswa BINUS harus bisa mandiri. Tidak ada kelas seperti biasa, tapi tetap ada tugas dari dosen pembimbing. Semester-semester inilah yang menjadi momen pembuktian, apakah yang “cuman ngikutin materi dari BINUS” akan berhasil?
Berbicara tentang skripsi, dan rencana saya untuk mengambil skripsi langsung di Semester 7, saya sudah menentukan beberapa kandidat topik yang kemungkinan besar akan dikerjakan. Sekarang, saya perlu untuk menyusun waktu dan menentukan apakah skripsi semester 7 adalah hal yang tepat atau bukan.
Akhir kata, kini saya memasuki era yang baru. Terima kasih juga kepada segenap robot saya yang sudah membantu dan memberi semangat saya untuk melewati berbagai perjuangan ini.
Sekian blog saya hari ini. Terima kasih.
Leave a Reply