Kali ini saya akan membahas Leslar Metaverse, salah satu proyek token mata uang kripto dan metaverse yang sedang dikembangkan oleh para artis di Indonesia. Awalnya saya hanya ingin membahas tentang ASIX token, atau lebih tepatnya ASÎX, tapi nama “metaverse” yang disematkan di dalam Leslar Metaverse ini sudah cukup membuat saya ngakak.
1. Whitepaper yang bukan Whitepaper.
Si “whitepaper” yang ditunjukkan oleh proyek Leslar Metaverse ini ternyata bukanlah sebuah “kertas putih”, tapi slideshow Canva yang bisa diakses di sini.
Menurut saya, “whitepaper” yang satu ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan whitepaper resmi dari Bitcoin, Ethereum, Polygon, dan sebagainya. Selain karena warna latar belakang sang whitepaper yang tidak berwarna cerah, whitepaper dari Leslar Metaverse tidak mengidentifikasi masalah-masalah saat ini yang akan dituntaskan dalam proyek tersebut.
Whitepaper resmi Bitcoin menyatakan bahwa Bitcoin ingin menyelesaikan masalah yang sering dihadapi dalam dunia pembayaran online, yaitu karena adanya pihak penengah atau pihak ketiga (misal: GPN, Visa, Mastercard, atau payment gateway) yang selalu memfasilitasi setiap transaksi di dalamnya. Sedangkan, Ethereum dirancang dengan konsep bahwa blockchain tidak hanya dapat dijadikan sebagai ledger besar untuk menyimpan transaksi moneter layaknya Bitcoin, dan blockchain milik Ethereum juga dapat dipakai untuk menyimpan berbagai data, termasuk custom token seperti token $LESLAR yang dirancang saat ini, serta NFT dan smart contract.
Tapi, masalah-masalah apa yang ingin diselesaikan oleh proyek Leslar Metaverse ini? Sang whitepaper menyatakan bahwa mereka juga berinisiatif untuk mendukung para bayi terlantar untuk pendidikannya. Saya yakin ada banyak perusahaan, organisasi, artis, dan individu yang sudah berhasil mewujudkannya, tanpa merilis koin, NFT, dan metaverse baru. Cukup pakai Rupiah dan fasilitas dunia nyata yang sudah ada saat ini, seperti situs Kitabisa.com.
Selain itu, Leslar Metaverse juga menyatakan mereka berambisi untuk memperkenalkan dan mengedukasi masyarakat Indonesia terhadap dunia digital. Mohon maaf, jika Anda ingin melakukannya, Anda sebaiknya berpartisipasi dalam meningkatkan literasi digital masyarakat Indonesia, seperti program Pandu Digital dan Siberkreasi ala pemerintah. Bukan merilis $LESLAR atau Leslar Metaverse dan mempromosikannya dengan the power of emak-emak.
2. Hanya akan ada 8.888 fans Leslar sejati di dunia ini.
Leslar Metaverse juga mengenal istilah Leslarian. Namun, istilah tersebut berbeda dengan istilah Leslar Lovers bagi para fans Lesti dan Bilar di Indonesia dan di Asia Tenggara. Sekedar informasi, Leslarian ini akan dirilis sebagai sebuah koleksi NFT dengan total 8.888 karakter unik yang akan dirilis dan diperjualbelikan.
Jika memang sang “metaverse” yang digadang-gadangkan oleh Leslar Metaverse ini sudah siap untuk dilihat dan dikunjungi, saya yakin bahwa Leslarian akan menjadi koleksi yang sangat langka bagi Indonesia dan dunia. Karena NFT tersebut dapat didagangkan sebagai pengakuan dari Leslar Metaverse (dan bahkan Leslar Entertainment juga) terhadap setiap Leslar Lovers sebagai fans resmi yang berhak untuk menikmati apa saja yang Leslar Metaverse tawarkan.
3. Bukan DAO. Tapi monarki digital.
Pengembangan metaverse yang terintegrasi dengan blockchain kini juga mengenal istilah bernama DAO, singkatan dari decentralized autonomous organization alias organisasi otonom yang terdesentralisasi. Artinya, DAO adalah sebuah organisasi digital yang dikelola secara otomatis, serta kepemilikan dan kepengurusan DAO tersebut dapat berubah-ubah sesuai dengan sistem dan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan whitepaper resmi, Leslar Metaverse bukanlah merupakan sebuah DAO. Melainkan sebuah monarki digital di mana Bilar-lah yang menjadi raja dan Lesti menjadi ratu di dalam dunia digital yang mereka kembangkan. Lagian, Leslar Metaverse juga melabel dirinya sebagai perusahaan, bukan organisasi.
Jika Leslar Metaverse benar-benar merupakan sebuah monarki, dengan 8.888 Leslarian yang diakui sebagai warga negara tersebut, Leslar Metaverse bisa saja bergabung dalam proyek Bitnation untuk membuat sebuah negara dan kerajaan digital yang terpisah dari bangsa dan Republik Indonesia, dimana Leslar Kingdom mengakui $LESLAR sebagai alat pembayaran yang sah. Sayangnya, demografik kerajaan ini tidak dapat diukur karena populasinya sangat stagnan, yaitu delapan ribu delapan ratus delapan puluh delapan Leslarian, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Dasar milik mereka.
4. Ini Leslar Universe. Bukan Leslar Metaverse.
Proyek “metaverse” yang dikembangkan oleh Leslar Metaverse sama sekali tidak menjelaskan apakah mereka akan tetap menghormati hak-hak asasi pengguna metaverse yang sesungguhnya. Salah satu dari hak tersebut adalah hak untuk berkreasi dan membuat dunia sendiri di dalam metaverse tersebut.
Dalam metaverse, “ruang” (misalnya kamar atau rumah) dan “dunia” memiliki perbedaan yang cukup signifikan, sehingga jika Leslar Metaverse hanya memperbolehkan para penggunanya untuk memiliki ruang sendiri, namun harus berada di dalam dunia yang sama (misal: Leslar City), Leslar Metaverse kemudian tidak dapat disebut sebagai proyek metaverse secara sah menurut hukum ruang siber yang berlaku.
5. Siapakah developernya?
Kami juga menanyakan apakah ada developer asli di balik proyek Leslar Metaverse. Khususnya dalam tim pemgembang aset, game developer, moderator metaverse, dan sebagainya. Dan berdasarkan riset kami dalam mengembangkan ExpoSURE, kami yakin bahwa proyek metaverse seperti ini hanya bisa disukseskan melalui game studio dengan sumber daya yang memadai seperti Agate Studio dan WIR Group.
Sedangkan, sang “monarki digital” Leslar Metaverse ini memiliki segenap “tim profesional” dengan nama-nama yang cukup generik: Reza, Anthonius, Kevin, Hanson, dan Wilson. Saya saat ini mengenal belasan orang dengan nama “Kevin”, karena itu saya tidak tahu Kevin atau Kevin yang mana yang merupakan Kevin yang Kevin sebagai Kevin di balik Leslar Metaverse ini.
Kevin yang Tertukar
…kecuali Rudy Salim sebagai “Elite President”. Dengan hobinya dalam dunia otomotif dan pembelian Cilegon United FC dalam portfolio bisnisnya, kembali lagi saya tidak melihat tanda-tanda bahwa salah satu di balik “tim profesional” Leslar Metaverse memiliki latar belakang di dalam pengembangan dunia virtual dan video game.
Selain itu, pihak Leslar Metaverse juga memprioritaskan pengembangan metaverse yang sesungguhnya pada fase terakhir, sedangkan agenda untuk fase-fase sebelumnya sebagian besar diisi dengan propaganda koin $LESLAR dan NFT Leslarian.
Apakah itu berarti mereka memang sedang mencari SDM untuk mengembangkan metaverse yang diidam-idamkan, atau hanya ingin memperlambat pengembangan metaverse tersebut sehingga agenda terselubung dapat mereka jalankan di tengah-tengah perjalanan?
Kesimpulan
Berdasarkan berbagai fakta di atas saya melihat bahwa Leslar Metaverse kini lebih berfokus dalam menjual aset kripto daripada mengembangkan metaverse sesuai visi mereka. Padahal, metaverse lain seperti VRChat, Roblox dan Minecraft kini dapat dinikmati oleh siapapun tanpa perlu pergi ke Indodax atau Tokocrypto dan membeli NFT “Ghozali Everyday”.
Saat ini saya tidak bisa berkomentar apakah Leslar Metaverse adalah penipuan atau tidak, tapi dengan struktur monarki yang mereka terapkan saya yakin proyek “metaverse artis” seperti ini dapat mengalami kesalahan fatal sesuai dengan keputusan dari kerajaannya. Coba kita lihat apakah yang akan dilakukan King Bilar dan Queen Lesti dalam pengembangan Leslar Metaverse nanti.
Update 25 Februari 2022
Beberapa hari sebelum artikel ini dirilis, saya cukup dikagetkan dengan headline ini:
Nah, hayo lo, Leslar Metaverse, kenapa harus bikin metaverse lagi kalau Minecraft juga sudah dipilih sama beberapa proyek Web3?
Leave a Reply